Jakarta - Anggaran program Kartu Pra Kerja sebesar Rp
20 triliun dinilai lebih baik menjadi bantuan langsung tunai (BLT) atau cash
transfer untuk masyarakat yang penghasilannya terdampak pandemi virus Corona
(COVID-19).
Pengamat ekonomi Piter Abdullah menilai pemberian pelatihan
di tengah pandemi Corona sudah tidak relevan, sehingga konsepnya diubah
sementara menjadi saluran pemberian BLT.
"Peruntukannya sudah berbeda. Karena konsep Pra
Kerjanya sendiri sudah tidak relevan. Sekarang fokus Kita bukan menyiapkan
mereka untuk segera bekerja, tapi lebih membantu mereka yang kehilangan
pekerjaan dan income agar bisa bertahan hidup layak di tengah hantaman wabah
COVID-19," kata Piter saat dihubungi detikcom, Jakarta, Kamis (23/4/2020).
Dirinya pun menilai pemerintah harus mengubah sementara
konsep program Kartu Pra Kerja sebagai penyaluran perlindungan sosial yang
dibutuhkan masyarakat.
"Pelatihan itu tidak relevan pada masa wabah ini. Lebih
tepat bila bantuan diberikan dalam bentuk tunai atau BLT. Anggaran pelatihan
yang begitu besar bisa disalurkan dalam BLT kepada begitu banyak penduduk
terdampak," jelasnya.
Sementara peneliti CSIS Fajar B Hirawan mengatakan anggaran
program Kartu Pra Kerja bisa dimanfaatkan pemerintah sebagai modal
penanggulangan dampak ekonomi akibat Corona. Salah satunya menjaga daya beli
masyarakat dengan memberikan BLT.
Fajar menilai, dana BLT lebih efektif bagi masyarakat yang
ekonominya terdampak Corona dibandingkan pemberian pelatihan.
"Program jaring pengaman nasional tampaknya belum cukup
untuk menjaga daya beli masyarakat. Alokasi dana dari program Kartu Pra Kerja
tampaknya akan sedikit membantu," kata Fajar.
Setiap peserta Kartu Pra Kerja nantinya mendapat insentif
sebesar Rp 3.550.000 per orang, di mana Rp 1 juta sebagai biaya pelatihan, Rp
2.400.000 atau Rp 600.000 per bulan merupakan insentif yang diberikan kepada
peserta selama empat bulan. Sedangkan sisanya Rp 150.000 merupakan insentif
survei kebekerjaan.
Pemerintah sendiri membebaskan kepada masyarakat untuk
memanfaatkan dana insentif ini untuk modal usaha atau biaya hidup sehari-hari.
Namun menurut Fajar, dana insentif nantinya diutamakan untuk modal memenuhi kebutuhan
sehari-hari untuk menjaga daya beli di tengah Corona.
"Jadi sektor konsumsi yang kontribusinya sebesar 55-56%
minimal bisa tersokong. Jadi fokus utamanya adalah menjaga pertumbuhan sektor
konsumsi," ungkap dia.
Sumber: Detik.com