Jakarta - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman
(Gapmmi) Adhi S. Lukman membeberkan skenario terburuk atas pertumbuhan industri
tahun ini. Skenario tersebut disiapkan melihat kondisi industri yang tengah
menghadapi dampak dari pandemi virus
Corona (COVID-19).
Adhi mengatakan, industri makanan dan minuman Indonesia pada
umumnya mengalami pertumbuhan hingga 7% atau lebih setiap tahunnya. Namun, di
tahun 2020 ini ia memprediksi pertumbuhan industri makanan dan minuman hanya
mentok di level 4-5%.
"Di kuartal I-2020 kita hanya tumbuh 3,94%. Nah
perkiraan kami pertumbuhan 2020 kemungkinan hanya 4-5%. Di mana awalnya pada
Februari kita masih optimis 8-9%. Tapi itu harus kita tinggalkan, kita akan
masuk ke dalam pertumbuhan yang rendah," ungkap Adhi dalam diskusi online
MarkPlus Industry Roundtable, Selasa (19/5/2020).
Salah satu latar belakang dibalik penyusunan skenario
terburuk itu adalah penurunan konsumsi rumah tangga Indonesia yang sangat
drastis yakni 2,84% pada kuartal I-2020 dibandingkan tahun 2019 (year on year).
"Situasi sangat mendadak, dan kali ini dengan COVID-19
ini konsumsi rumah tangga itu pertumbuhannya turun sekali, biasanya 5%, dan di
kuartal I-2020 ini hanya 2,84%. Dan konsumsi rumah tangga itu dikontribusi oleh
food and beverage dan health care itu sangat signifikan 44%," papar dia.
Selain itu, bulan Ramadan dan juga Lebaran yang biasanya
diandalkan sebagai penopang pendapatan industri makanan dan minuman, tak
berlaku lagi di tahun ini.
"Kita kelihatan no festive hari ini. Saya sudah cek
kemarin, hampir tidak ada order untuk festive puasa dan Lebaran. Padahal banyak
industri makanan dan minuman yang mengandalkan festive sebagai pendapatan
setahun untuk menutupi kebutuhan biaya-biaya satu tahun dalam industri makanan
dan minuman," terang Adhi.
Sebut saja produsen sirop dan biskuit yang sangat
mengandalkan momen bulan Ramadan dan Lebaran. "Seperti produk-produk untuk
puasa dan Lebaran itu sirop, biskuit, dan sebagainya. Ini yang menjadi
masalah," ucapnya.
Sumber: Detik.com