Dhaka - Seorang bocah laki-laki berusia 15 tahun telah
menjadi korban terbaru undang-undang internet Bangladesh yang kontroversial. Dia ditangkap
karena mengkritik Perdana Menteri Bangladesh
Sheikh Hasina di media sosial.
Seperti dilansir AFP, Kamis (25/6/2020) kelompok-kelompok
HAM mengatakan UU itu digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat, dengan
ratusan orang telah didakwa sejak 2018 atas kejahatan internet, termasuk
mencoreng citra Hasina dan tokoh politik senior lainnya.
Polisi di Bhaluka mengatakan pada hari Rabu (24/6) bahwa
mereka menangkap Mohammad Emon (15) pada akhir pekan setelah seorang pejabat
lokal dari partai yang berkuasa mengklaim remaja itu telah
"menjelek-jelekkan ... pemimpin kita yang seperti ibu kita", mengutip Detik.com.
Di Facebook, remaja itu menulis bahwa dari 100 taka (US$
1,20) yang dibayarkan dalam pajak ponsel baru, "25 hingga 35 taka harus
diberikan kepada Sheikh Hasina sebagai tunjangan janda karena suaminya sudah
tiada".
Suami Hasina meninggal pada tahun 2009.
TofayelAhammed, anggota dewan lokal yang melaporkan Emon,
menyebut pernyataan agresif remaja itu telah membuat penduduk setempat marah.
Dia juga menyebut bahwa orang tua Emon mendukung oposisi utama Partai
Nasionalis Bangladesh.
Kepala polisi setempat, Main Uddin mengatakan Emon kemudian
menghapus unggahan Facebook yang kontroversial itu dan menulis postingan berisi
permintaan maaf.
Namun, bocah itu dikirim ke pusat reformasi di mana ia akan
menghabiskan waktu untuk "menyadari kesalahannya dan memperbaiki
karakternya", kata Uddin.
Kelompok HAM, Amnesty International mengatakan penangkapan
itu "menyoroti bahaya Undang-Undang Keamanan Digital". Amnesty
menyebut UU itu sebagai "senjata untuk menghukum perbedaan pendapat yang
sah" dan melanggar kebebasan berekspresi.
"Pihak berwenang semakin menargetkan siapa saja yang
memberikan kritik terhadap pemerintah atau partai yang berkuasa," kata
juru kampanye Amnesty Saad Hammadi.
Dalam beberapa minggu terakhir, UU keamanan digital juga
telah digunakan untuk menangkap sejumlah orang karena menyebarkan desas-desus
palsu di internet tentang virus Corona.
Dalam sepekan terakhir saja, seorang profesor universitas
dan seorang dosen ditangkap karena diduga mengolok-olok kematian mantan menteri
kesehatan dari partai berkuasa, akibat virus Corona.