Foto: BBC World |
Jakarta - Salah seorang pegawai Facebook bernama Timothy
Aveni mengundurkan diri dari perusahaan. Langkah ini dia lakukan karena CEO nya
Mark Zuckerberg menolak untuk menyaring postingan Presiden Amerika Serikat (AS)
Donald Trump terkait penjarahan yang terjadi beberapa waktu lalu.
Mengutip CNN, Aveni yang mengisi posisi software engineering
ini mengaku kecewa dengan Zuckerberg dan ia khawatir jika Facebook akan menjadi
platform yang penuh ujaran kekerasan di AS.
Pria berusia 22 tahun ini menyebut jika Zuckerberg telah
meninggalkan prinsip utama Facebook untuk menghentikan ujaran kekerasan dalam
bentuk apapun di platformnya.
"Zuck berulang kali bilang ke kami jika kekerasan dalam
bentuk apapun tidak akan ditoleransi dalam platform, bahkan jika itu dilakukan
oleh Presiden AS sekalipun," kata Aveni dikutip dari CNN, Senin
(8/6/2020).
Dia mengungkapkan ada ketidakadilan antara arahan Zuckerberg
dan keputusan Facebook untuk tetap mengizinkan unggahan terkait kekerasan yang
selama ini dilakukan.
Misalnya yang memicu kekerasan terhadap Rohingya. Pada 2018
Facebook mengakui jika mereka gagal mencegah pertumpahan darah di Myanmar
akibat postingan-postingan yang ada di Facebook. Hal ini meskipun perusahaan
telah menerapkan prosedur baru misalnya berita hoaks, ujaran kebencian, hasutan
untuk kekerasan.
Sebelumnya Zuckerberg telah berjanji jika ujaran untuk
kekerasan ini tidak akan ditoleransi. Dalam sebuah kongres Oktober tahun lalu
Zuckerberg menjelaskan hal ini berlaku untuk semua orang termasuk politisi.
"Jika ada hal-hal yang menyerukan kekerasan dan berisiko besar, kami akan
menghapus konten tersebut," ujarnya.
Namun ketika terjadi kerusuhan di AS pekan lalu, Presiden
Trump mengunggah di Facebook dan Twitter sebuah paragraf terkait meninggalnya
George Floyd. Postingan tersebut dinilai dapat memicu kerusuhan yang baru.
Namun Twitter mengambil langkah cepat dengan memblokir postingan Trump.
Sumber: Detik.com