SELAT PANJANG - Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 5 Tahun 2019 tentang penghentian pemberian izin baru dan penyempurnaan
tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut, mengancam 95 kilang sagu di
Kepulauan Meranti.
Dalam Inpres tersebut Presiden Jokowi memerintahkan
jajarannya untuk menghentikan pemberian izin baru di hutan alam primer dan
lahan gambut.
Penghentian bersifat sementara dengan moratorium itu
meliputi penghentian penerbitan hak-hak atas tanah baik berbentuk hak guna
usaha (HGU) dan hak pakai pada areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif
Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB).
Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UKM
Kepulauan Meranti Aza Fachroni, Sabtu (11/6/20) mengaku, belum lama ini Pemda
Kabupaten Kepulauan Meranti telah menghadap Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (Kemen LHK) Bambang Hendroyono.
Menurutnya, langkah itu sebagai upaya agar Kementerian dapat
mengevaluasi dan mengkaji ulang moratorium tersebut. Pasalnya lahan yang masuk
PIPPIB di Kepulauan Meranti cukup luas. Sehingga membentur dengan kegiatan
strategis, bidang pemerintah, sosial, budaya, dan ekonomi.
"Di bidang ekonomi contohnya, ada 95 kilang sagu yang
masuk ke dalam PIPPIB ini. Sehingga untuk pemberian izin baru sudah tidak boleh
lagi. Dan yang sudah telanjur pun untuk memperpanjang izinnya sudah tidak bisa
lagi," ujarnya Aza yang juga menjabat sebagai Plt Kepala Bappeda Kepulauan
Meranti tersebut, saat dikutip Riaupos.co.
Untuk itu pihaknya meminta kepada Kementerian mengkaji
ulang. Menyikapi hal itu pihaknya juga akan menyusun usulan pelepasan izinnya
agar lahan operasional setiap industri tersebut masuk ke dalam Area Peruntukan
Lain (APL).
Senada juga dengan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Irwan
Nasir Msi. Hendaknya keputusan itu dapat melihat kondisi eksisting wilayah
Meranti yang sesungguhnya. Agar upaya Pemda dalam pengembangan wilayah
tidak terkendala.
Dijelaskannya, kawasan hutan di Kabupaten Kepulauan Meranti
seluas 260.654,32 hektar (71,67 persen) dari total luas wilayahnya. Sedangkan
luas kawasan non hutan atau APL berkisar 100.027,53 hektar (27,5 persen). Dari
Luas APL tersebut sebanyak 81.555,38 hektar termasuk ke dalam moratorium gambut
PIPPIB.
Luas APL yang hanya bisa digunakan dan aman untuk
pelaksanaan kegiatan pemerintah daerah hanya seluas 16.072,15 hektar saja atau
sekitar 4.42 persen dari total luas daratan Kabupaten Kepulauan Meranti.
"Dengan areal yang bisa dikelola hanya tinggal seluas
16.072,15 ha tersebut tentunya akan menyulitkan Pemda untuk melaksanakan
pembangunan. Sebab, jika hanya mengandalkan sektor hulu pertanian tanpa diikuti
pengembangan industri hilir tentu akan menyebabkan kabupaten ini selalu
tertinggal, termiskin dan terbelakang," ujarnya.